Kamis, 17 Februari 2011

Sistem Ekonomi Indonesia

I.PENDAHULUAN
Dalam perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini ternyata tidak makin mudah menyajikan pemahaman tentang adanya sistem ekonomi Indonesia. Kaum akademisi Indonesia terkesan makin mengagumi globalisasi yang membawa perangai “kemenangan” sistem kapitalisme Barat. Sikap kaum akademisi semacam ini ternyata membawa pengaruh besar terhadap sikap kaum elit politik muda Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi Indonesia dan ideologi kerakyatan yang melandasinya.
Pemahaman akan sistem ekonomi Indonesia bahkan mengalami suatu pendangkalan tatkala sistem komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur dinyatakan runtuh. Kemudian dari situ ditarik kesimpulan kelewat sederhana bahwa sistem kapitalisme telah memenangkan secara total persaingannya dengan sistem komunisme. Dengan demikian, dari persepsi simplisistik semacam ini, Indonesia pun dianggap perlu berkiblat kepada kapitalisme Barat dengan sistem pasar-bebasnya dan meninggalkan saja sistem ekonomi Indonesia yang “sosialistik” itu.
Kesimpulan yang misleading tentang menangnya sistem kapitalisme dalam percaturan dunia ini ternyata secara populer telah pula “mengglobal”. Sementara pemikir strukturalis masih memberikan peluang terhadap pemikiran obyektif yang lebih mendalam, dengan membedakan antara runtuhnya negara-negara komunis itu secara politis dengan lemahnya (atau kelirunya) sistem sosialisme dalam prakteknya.
Pandangan para pemikir strukturalis seperti di atas kurang lebihnya diawali oleh fenomena konvergensi antara dua sistem raksasa itu (kapitalisme dan komunisme) a.l. seperti dkemukakan oleh Raymond Aron (1967), bahwa suatu ketika nanti anak-cucu Krushchev akan menjadi “kapitalis” dan anak-cucu Kennedy akan menjadi “sosialis”.
Mungkin yang lebih benar adalah bahwa tidak ada yang kalah antara kedua sistem itu. Bukankah tidak ada lagi kapitalisme asli yang sepenuhnya liberalistik dan individualistik dan tidak ada lagi sosialisme asli yang dogmatik dan komunalistik.
Dengan demikian hendaknya kita tidak terpaku pada fenomena global tentang kapitalisme vs komunisme seperti dikemukakan di atas. Kita harus mampu mengemukakan dan melaksanakan sistem ekonomi Indonesia sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu untuk mencapai kesejahteraan sosial dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa mengabaikan hak dan tanggung jawab global kita.

II. Peran Sistem Ekonomi dan Evolusinya dalam Pembangunan Nasional

Setiap negara yang berdaulat dalam upayanya untuk mensejahterakan rakyatnya

harus mempunyai suatu identitas kebangsaan. Upaya peningkatan kesejahteraan

umumnya dilakukan melalui upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi sedangkan

upaya untuk menjamin terpeliharanya identitas bangsa umumnya dilakukan melalui

proses pembangnan. Dalam hubungan ini, pertumbuhan ekonomi merupakan upaya

peningkatan kegiatan ekonomi dalam suatu sistem ekonomi tertentu, sedangkan

pembangunan merupakan upaya pengembangan sistem ekonomi itu sendiri. Tanpa

adanya kesepakatan tentang sistem ekonomi yang dianut maka akan lebih terbuka

kemungkinan terjadinya perselisihan pendapat mengenai kebijakan ekonomi yang

patut ditempuh dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi mendasar yang

dihadapi suatu bangsa. Walaupun dalam proses pembentukan public policy selalu

terdapat suatu public debate, namun jika telah ada kesepakatan tentang suatu sistem

ekonomi maka akan diredam terjadinya perselisihan pendapat dari suatu ekstrim ke

ekstrim lain yang selain dapat memperlamban proses pengambilan keputusan juga

akan menciptakan iklim ketidakpastian bagi dunia usaha dan akhirnya menganggu

stabilitas ekonomi dan politik.

B. Konsep Sistem Ekonomi

Sistem ekonomi merupakan keseluruham dari berbagai institusi ekonomi yang

berlaku di suatu perekonomian untuk mengatur bagaimana sumber daya ekonomi

yang terdapat di perekonomian tersebut didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakatnya. Berbagai institusi ekonomi ini mengatur bagaimana dibuatnya

keputusan yang menyangkut hal-ihwal ekonomi dan bagaimana sumber daya ekonomi

dikelola agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Berbagai institusi ekonomi ini

dapat berupa peraturan perundang-undangan ataupun kebiasaan yang berlaku di

masyarakat tersebut dalam penggunaan sumber daya ekonominya untuk memenuhi

kebutuhan masyarakatnya. Dari kerangka institusi ekonomi ini dapat diketahui cara

pengambilan keputusan di negara ini tentang apa lebih baik diproduksi, misalnya

apakah lebih banyak beras atau pesawat terbang, apakah mesin tenun atau kedelai.

Terkait dengan pengaturan tentang apa yang akan diproduksi adalah berapa besar

peran dunia usaha swasta dan berapa besar peran duniua usaha negara Dalam dalam

spectrum sistem ekonomi yang digambarkan pada Diagram I, maka semakin besar

bobot pengambilan keputusan ini dibuat oleh mekanisme pasar/harga maka sistem

ekonominya lebih cenderung menjadi sistem ekonomi liberal/kapitalis. Sebaliknya,

semakin cenderung keputusannya dibuat oleh lembaga pemerintah maka sistem

ekonominya lebih merupakan sistem ekonomi yang didominsai intervensi pemerintah.

Sebagai hasil kemufakatan suatu masyarakat/negara, maka kerangka institusi

ekonomi yang berlaku biasanya tidak bersifat statis. Kemufakatan yang tercapai suatu

saat biasanya didasarkan atas perkembangan aspirasi dan nilai-nilai yang berkembang

di masyarakat pada saat itu. Karena isu-isu dan masalah yang dihadapi terus

berkembang maka nilai dan aspirasi dari masyarakat itu akan cenderung ikut berubah.

Dengan berubahnya aspirasi dan sistem nilai ini maka suatu sistem ekonomi yang

berlaku akan cenderung ikut berubah dan berevolusi. Suatu ilustrasi dari

perkembangan ini adalah GBHN yang telah diberlakukan setiap lima tahun di

Indonesia sejak tahun 1973 dan terakhir pada tahun 1998. Pengamatan atas

perkembangan GBHN dari suatu periode lima tahun ke lima tahun berikutnya

menunjukkan adanya kecenderungan berubah, yaitu tidak statis. Suatu contoh saja

adalah konsep Trilogi Pembangunan yang baru muncul pada GBHN tahun 1978 ketika

meningkat aspirasi akan perlunya peningkatan pemerataan dalam pembangunan. Pada

periode selanjutnya, dengan mulai munculnya masalah-masalah dan tantangan baru

pada saat itu, terutama terkaik dengan jatuhnya harga minyak dunia dari puncuknya

sebesar USD 33/barrel pada tahun 1982 menjadi USD 10/barrel pada pertengahan

tahun 1986, mulai berkembang nilai-nilai baru yang menginginkan diadakannya

berbagai langkah liberalisasi, sebagaimana tercermin pada dikeluarkannya berbagai

“paket deregulasi”. Dalam masa tersebut, sistem ekonomi Indonesia, meskipun secara

de jure tetap dinamakan “Sistem Demokrasi Ekonomi” dan juga dinamakan “Sistem

Ekonomi Pancasila”, secara de facto telah bergerak kekanan dalam spektrum sistem

ekonomi yang digambarkan pada Diagram I di atas. (Sebagai catatan kaki dapat

ditambah bahwa perubahan yang terjadi pada sistem ekonomi tersebut tidak serta

merta diikuti oleh laju perubahan yang sama pada sistem politik).

Suatu hal yang juga perlu dicatat adalah walaupun dapat terbentuk berbagai

sistem ekonomi yang berbeda, setiap dan semua sistem ekonomi tersebut tidak dapat

menghindarkan diri dari berbagai kaidah yang berlaku di ilmu ekonomi. Satu kaidah

ekonomi mikro adalah hukum permintaan dan penawaran, dalam mana harga suatu

barang atau jasa tidak dapat tetap rendah jikalau permintaan meningkat sedangkan

penwarannya tidak ikut meningkat. Dalam sistem ekonomi yang diatur pemerintah,

harga ini dapat tetap rendah tetapi harus disertai dengan adanya subsidi. Suatu

kaidah ekonomi pada tataran makro adalah bahwa kebijakan fiskal pemerintah jikalau

tidak dapat berimbang harus ditutupi oleh pinjaman luar negeri kecuali ditingkatkan

pajak atau/dan ditingkatkan jumlah uang beredar dari segi kebijakan moneter. Kedua

contoh berlakunya hukum ekonomi ini dan implikasinya (dalam contoh: perlunya

subsidi dan perlunya pinjaman luar negeri atau/dan inflasi yang lebih tinggi)

menunjukkan bahwa masalah pembangunan ekonomi yang semakin banyak dapat

terselesaiakan pada tataran sistem ekonomi, melalui berlakunya berbagai kaidah

ekonomi, akan semakin mengurangi permasalahan yang harus diselesaikan pada

tataran sistem politik.

C. Sistem Ekonomi Indonesia

Sistem ekonomi Indonesia, walaupun dengan perumusan yang agak beragam,

telah dimuat di berbagai ketetapan perundang-undangan. Dalam Undang Undang

Dasar 1945, khususnya Pasal 33, sistem ekonomi dirumuskan sebagai berikut:

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”

(ayat 1); “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara “(ayat 2); “Bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat” (ayat 3). Ketiga ayat ini dimuat baik di UUD45

sebelum di amandemen maupun di UUD45 setelah diamandemen. Dari ketiga ayat ini

sebenarnya telah tersirat jenis sistem ekonomi yang dianut Indonesia. Namun pada

UUD 1945, setelah diamandemen, ditambah ayat (4) yang secara eksplisit

merumuskan sistem ekonomi Indonesia, yaitu “Perekonomian nasional

diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta

dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Suatu perumusan lain mengatakan bahwa : “ Dalam Demokrasi Ekonomi yang

berdasarkan Pancasila harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut: a. Sistem free fight

liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang

dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan

structural ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam perekonomian dunia. b. Sistem

etatisme dalam arti bahwa negara berserta aparatus ekonomi negara bersifat

dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di

luar sektor negara. c. Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada

satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan

masyarakat dan cita-cita keadilan sosial.” (GBHN 1993).

Selain di UUD 1945 dan GBHN 1993 itu, berbagai gagasan sistem ekonomi Indonesia

telah diutarakan oleh berbagai pakar ekonomi Indonesia. Misalnya pakar ekonomi

senior Indonesia mengatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia “….pada dasarnya

merupaka ekonomi yang dijalankan oleh dunua usaha swasta walaupun perlu diatur

oleh negara...” (Widjojo Nitisastro. “The Socio-Economic Basis of the Indonesian

State”, 1959). Seorang pakar senior lain mengatakan bahwa “…lima ciri pokok dari

sistem ekonomi Pancasia adalah pengembangan koperasi..penggunaan insentif sosial

dan moral…komitmen pada upaya pemerataan…kebijakan ekonomi nasionalis…dan

keseimbangan antara perencanaan terpusat dan pelaksanaan secara

terdesentralisasi…” (Mubyarto, 1981).

D. Tanggapan Atas Sistem Ekonomi Indonesia

Dari pembahasan di atas nampak bahwa agak sulit menelaah sistem ekonomi

Indonesia yang secara de jure mempunyai fondasi pada Pasal 33. Untuk itu di masa

lalu telah diberikan nama seperti Sistem Ekonomi Pancasila dan Sistem Ekonomi

Demokrasi. Kesulitan ini kemungkinan terletak pada masih belum dapat

dikonkritkannya berapa istilah seperti “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan”

dalam pembentukan kebijakan negara. Sementara itu, sebagaimana telah dibahas

pada Bagian B di atas, suatu sistem ekonomi akan terus mengalami pembentukan dan

penyesuaian sesuai dengan berbagai isu dan permasalahan yang berkembang di

masyarakat tersebut sehingga terjadi pergeseran kekiri atau kekanan pada Diagram I.

Dalam hal Indonesia, isu dan permasalahan pokok yang dihadapi bangsa terus

berkembang yang akan, paling tidak secara de facto, mempengaruhi bentuk sistem

ekonominya.

Pada periode segera setelah proklamasi kemerdekaan, masalah yang masih hangat

diingatan adalah bahwa bangsa kita pernah dijajah dan persepsi pembentukan

kebijakan saat itu adalah menentang keras setiap bentuk ancaman, baik nyata

maupun diperkirakan, dari dominasi asing sehingga pendulum sistem ekonomi

bergerak kearah upaya untuk menasionalisasi setiap usaha yang dimiliki asing, seperti

dialihkan pemilikan KPM menjadi Pelni, Javase Bank menjadi Bank Indonesia. Dengan

demikian pendulum sistem ekonomi yang digambarkan pada Diagram I akan lebih

bergerak ke kiri, yaitu ke sistem ekonomi dalam mana peran pemerintah lebih

intervensionis.

Pada periode akhir tahun 1970an, isu yang dipersepsikan penting saat itu adalah

perlunya ditingkatkan pemerataan pembangunan. Suatu arahan kebijakan yang peting

saat itu adalah konsep Trilogi Pembangunan, dalam mana harus ada keseimbangan

antara pertumbuhan ekonomi, dengan pemerataan, dan stabilitas nasional. Walaupun

sejak awal tahun 1970an telah arah menuju liberalisasi dengan misalnya

dikeluarkannya undang-undang PMA yang memberi fasilitas yang cukup luas pada

PMA, namun saat itu pemilikan pemegang saham asing masih dibatasi sampai paling

banyak 49 persen (agar majoritas – paling sedikit 51 persen - pemilikan masih

ditangan nasional). Dengan demikian sistem ekonomi Indonesia pada periode tersebut

masih berkisar di dekat kutub kiri (intervensi pemerintah) walaupun sudah bergerak

semakin ke sistem liberal (ruang gerak yang lebih luas pada dunia usaha domestik

maupun asing dengan ruang gerak yang lebih besar kepada pengusaha nasional).

Pada periode sejak pertengahan 1980an sampai sekarang, arah gerakan panah sistem

ekonomi (lihat Diagram I) Indonesia menjadi lebih liberal lagi sesuai dengan adanya

pengaruh globalisasi (khususnya dengan adanya WTO).

Sementara sistem ekonomi menjadi semakin liberal, di sisi sistem politik sampai

tahun 1999 tidak terjadi perubahan yang berarti. Baru setelah adanya reformasi politik

yang antara lain tercermin pada adanya amandemen empat kali atas UUD 45 diadakan

berbagai penyesuaian. Salah satu diantaranya adalah dibentuk Mahkamah Konstitusi

yang memungkinkan diadakannya “judicial review” atas berbagai peraturan

perundang-undangan untuk menguji konsistensinya dengan UUD 45. Pada Diagram I,

kalau pada periode sampai tahun 1999 panah pada Sistem Ekonomi telah bergerak

jauh kekanan maka pergerakan kekanan dari panah sistem politik baru menyusul

kemudian. Karena itu, perubahan de facto pada sistem ekonomi saat itu dapat

berlansung tanpa pengujian dengan UUD 45 terutama Pasal 33. Beberapa kasus

judicial review yang telah diadakan adalah atas UU Nomor 20 tahun 2002 tentang

Tenaga Listrik yang diputuskan untuk dibatalkan karena dianggap tidak memihak pada

“usaha bersama” dan pada asas “kekeluargaan”. Suatu kasus lain menyangkut upaya

judicial review atas UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Beberapa pasal

pada UU 25/2007 ini yaitu Pasal 2, Pasal 4 ayat (2), Pasal 8 ayat (1), Pasal 10 ayat

(2), Pasal 12 ayat (1), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 22, yang kesemuanya dianggap

melanggar Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 33 ayat (2)

dan Pasal 33 ayat (3) dari UUD 1945.

Adanya kesesuaian antara evolusi sistem ekonomi dan sistem politik bagi

Indonesia sangat penting dalam rangka pembentukan jati diri nasional yang berdaya

saing. Hal ini semakin penting karena beberapa negara pesaing Indonesia seperti

India, Vietnam, dan China sudah jauh maju lebih dahulu dalam mengkombinasikan

sistem ekonomi dan politik mereka secara serasi. Dalam hal China diberlakukan prinsip

one country two systems”. Di India, sistem politiknya telah lebih maju duluan

sehingga sistem ekonominya tinggal mengejar ketertingalannya. Di Vietnam,

kemajuan ekonominya tidak dapat menghindarkan sistem politiknya untuk menjadi

semakin demokratis.

Sistem ekonomi liberal

Sistem ekonomi liberal/kapitalis disebut juga sistem ekonomi pasar yaitu sistem ekonomi dimana pengelolaan ekonomi diatur oleh kekuatan pasar. Sistem ekonomi ini menghendaki adanya kebebasan individu dalam melakukan kegiatan ekonomi. Artinya, setiap individu diakui keberadaannya dan mereka bebas bersaing. Dilain pihak, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam kegiatan ekonomi. Pemerintah hanya bertugas melindungi, menjaga, dan memberi fasilitas agar setiap individu dapat menjalankan hal dan kebebasannya dengan sebaik-baiknya. Jadi, fungsi pemerintah hanya sebagai pelengkap.

Ciri-ciri Sistem Ekonomi Liberal :

  1. Menerapkan sistem persaingan bebas
  2. Adanya pengakuan terhadap hak individu
  3. Setiap individu bebas memiliki barang dan alat-alat produksi
  4. Kedaulatan konsumen dan kebebasan dalam konsumsi
  5. Motif mencari laba terpusat pada kepentingan sendiri
  6. Peranan modal sangat penting
  7. Peranan pemerintah dibatasi

Kebaikan Sistem Ekonomi Liberal :

  1. Setiap orang bebas menentukan perekonomian sendiri
  2. Setiap orang bebas memiliki alat produksi sendiri
  3. Kegiatan ekonomi lebih cepat maju karena persaingan
  4. Produksi didasarkan kehan masyarakat

Keburukan Sistem Ekonomi Liberal :

  1. Menimbulkan penindasan terhadap manusia lain
  2. Pengusaha yang bermodal kecil akan semkin tersisih
  3. Menimbulkan monopoli sehingga merugikan masyarakat
  4. Dapat menciptakan kesenjangan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin
  5. Renta terhadap krisis ekonomi

Sistem ekonomi liberal banyak diteapkan di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Contoh Negara yang menerapkan sistem ekonomi liberal yaitu Belanda, Inggris, Prancis, Swedia, dan Jerman.


Sistem Ekonomi Kapitalis (Kapitalisme)

Artikel ini ditulis pada 7 April 2010 at 17:56 oleh Choir

Ciri-ciri sistem ekonomi Kapitalis :

  • Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi.

Pemilikan alat-alat produksi di tangan individu. Inidividu bebas memilih pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.

  • Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar

Pasar berfungsi memberikan “signal” kepda produsen dan konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif yang menggerakkan perekonomian mencari laba.

  • Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingann (keuntungan) sendiri.

Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman Yunani Kuno (disebut hedonisme).
Kebaikan-kebaikan sistem ekonomi Kapitalis

  • Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
  • Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
  • Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.

Kelemahan-kelemahan sistem ekonomi Kapitalis

  • Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
  • Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).

Kecenderungan Bisnis dalam sistem ekonomi Kapitalis
Perkembangan bisnis sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang berlaku. Kecenderungan bisnis dalam kapitalisme dewasa ini:

  • adanya spesialisasi
  • adanya produksi massa
  • adanya perusahaan berskala besar
  • adanya perkembangan penelitian.

Sistem Sosialis Perekonomian Rakyat

Oleh Darwin Iskandar


Ciri-ciri Pokok Dasar Produksi Materil dalam SosialismeDasar produksi materil dalam sosialisme ialah produksi besar secara maksimal dalam segala cabang perekonomian yang berdasarkan teknik yang semaju-majunya dan kerja yang bebas dari pemerasan dan penghisapan. Dibandingkan dengan kapitalisme, produksi dalam sosialisme menggunakan teknik yang lebih tinggi, yang satu berhubungan dengan yang lain dalam suatu kesatuan dalam seluruh Negara dan dibentuk atas dasar milik masyarakat atas alat-alat produksi serta perkembangannya diatur menurut rencana tertentu dalam keseluruhannya untuk kepentingan seluruh masyarakat, hingga tidak terbentur kepada rintangan-rintangan yang terdapat dalam kapitalisme yang berdasarkan milik pribadi atas alat-alat produksi.

Produksi sosialis adalah suatu pemusatan produksi yang terbesar dengan menggunakan mekanisme yang tertinggi dalam dunia. Dalam masyarakat kapitalis mesin-mesin digunakan sebagai alat penghisapan dan pemerasan terhadap Rakyat pekerja dan hanya dimasukan ke dalam produksi, jika memperbesar keuntungan kaum kapitalis dan mengurangi upah kaum pekerja. Penggunaan mesin dalam masyarakat sosialis ditujukan untuk menghemat kerja dan untuk meringankan pekerjaan dalam segala bidang perekonomian dan untuk mempertinggi kesejahteraan Rakyat. Karenanya dalam masyarakat sosialis tidak ada pengangguran, mesin tidak dapat menjadi saingan kaum pekerja, bahkan memberi jasa sebesar-besarnya kepada kaum pekerja. Dibandingkan dengan dalam kapitalisme penggunaan mesin dalam sosialisme mendapatkan lapangan yang luas sekali.

Likuidasi milik pribadi atas alat-alat produksi mengandung akibat, bahwa semua hasil ilmu pengetahuan dan teknik dalam sosialisme menjadi milik bersama seluruh masyarakat. Dalam perekonomian sosialis tidak mungkin ada terjadi menghentikan kemajuan teknik dengan sengaja, tetapi dalam sosialisme cara ini digunakan sebagai suatu metode oleh kaum kapitalis monopoli untuk kepentingan sendiri guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Produksi sosialis yang berkewajiban mencukupi keperluan masyarakat seluruhnya, menghendaki suatu perkembangan dan penyempurnaan bidang teknik dengan tak putus-putus: caranya ialah senatiasa mengganti alat-alat teknik yang lama dengan yang baru dan mengganti yang baru dengan yang terbaru. Dengan demikian timbullah suatu keharusan adanya penanaman-penanaman modal yang besar sekali dalam perekonomian Rakyat. Dengan adanya pemusatan alat-alat produksi dan akumulasi perekonomian yang terpenting didalam tangannya, Negara sosialis dapat membuat penanaman modal dalam segala cabang produksi. Berbeda dengan dalam kapitalisme, kemajuan teknik dalam sosialisme tidak terhambat oleh beban teknik yang lama. Dengan demikian sosialisme dapat menjamin bahwa teknik mesin modern dalam segala cabang produksi dilaksanakan dengan konsekuen, juga dalam bidang pertanian. Sebaliknya dalam masyarakat kapitalis, terutama dalam masyarakat negeri-negeri yang menjadi jajahan kapitalisme bidang pertanian dan beberapa cabang perekonomian masih berdasarkan atas pekerjaan perorangan.

Dalam sosialisme kedudukan kaum pekerja berubah sama sekali sampai kepada dasarnya. Kaum pekerja bukan lagi buruh yang terhisap dan terperas, yang hanya menerima upah sekedar agar tidak mati kelaparan. Seluruh rakyat pekerja dibebaskan dari penghisapan dan pemerasan; kaum pekerja perindustrian, kaum tani kolektif dan kaum cendekiawan pembela rakyat adalah unsur-unsur pokok yang menjadi dasar kehidupan masyarakat sosialis. Seluruh kaum pekerja bekerja untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat, tidak untuk kepentingan kaum penghisap dan kaum pemeras; itulah sebabnya, maka kaum pekerja berkepentingan sekali akan penyempurnaan produksi atas dasar penggunaan yang sebaik-baiknya alat-alat teknik yang ada.

Bersamaan dengan itu tingkat kualifikasi teknik kaum pekerja menjadi naik, yang menambah kegiatan ciptanya dalam kemajuan produksi dan penemuan baru alat-alat dan perkakas kerja. Kaum pekerja, kaum tani kolektif dan kaum cendekiawan pembela rakyat tidak sedikit memberikan bantuannya dalam kemajuan teknik, dalam menemukan norma-norma baru dalam bidang teknik. Dengan demikian pula dalam sosialisme dapat terjamin suatu perkembangan yang cepat dan tak putus-putus dari pada tenaga produktif.

Perindustrian Sosialisme

Perindustrian sosialis menunjuk suatu perindustrian yang dipusatkan dan yang menggunakan teknik yang semaju-majunya yang dipersatukan atas dasar milik masyarakat atas alat-alat produksi dalam rangka seluruh negeri. Perindustrian sosialis memimpin seluruh perekonomian rakyat; segala cabang perekonomian rakyat diperlengkapinya dengan mesin-mesin modern. Semua ini dapat di capai dengan perkembangan produksi dengan alat-alat produksi yang cepat dan tingkat pemajuan pembuatan mesin yang tinggi. Perindustrian berat adalah dasar pokok sosialis.

Mengingat, bahwa jumlah perekonomian hidup rakyat akan bertambah, maka peranan perindustrian sungguh penting sekali. Cabang-cabang perindustrian ringan dan perindustrian makanan yang paling diperlengkapi dengan alat-alat terbaru dari tahun pertahun mempertinggi produksi barang keperluan hidup Rakyat. Pemusat produksi menghasilkan dengan teratur menurut rancana dan berjalan dengan baik untuk kepentingan seluruh masyarakat. Sebaliknya dalam kapitalisme pemusatan berjalan dengan spontan dengan sendirinya, tidak teratur dan rencana, anarkistis, dan biasanya langsung diikuti dengan kehancuran dan keruntuhan perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang menjadi mangsa daripada kekuasaan kapitalis monopoli.

Suatu perkembangan lanjut dalam perekonomian sosialis ialah adanya kombinasi dalam produksi. Kombinasi ini memungkinkan penggunaan bahan-bahan mentah dan bahan-bahan bakar dengan lebih baik dan lebih effesien, mengurangi biaya-biaya tansport dan mempercepat proses produksi. Pemusatan produksi yang telah maju membawa pula timbulnya spesialisasi dalam perindustrian. Spesialisasi dalam perindustrian berarti orientasi perusahaan atas pembuatan suatu hasil tertentu, bagian-bagiannya dan bagian-bagian daripada bagian atau atas pelaksanaan masing-masing cara penyelesaiannya pada pembuatan hasil itu. Spesialisasi menunjukkan bahwa masyarakat menggunakan dengan teratur kebaikan-kebaikan dan keuntungan-keuntungan yang ada pada pembagian kerja antara perusahaan-perusahaan. Dengan spesialisasi ini akan timbul kemungkinan dipergunakannya perlengkapan-perlengkapan dan mesin-mesin dengan sebaik-baiknya hingga memberikan hasil
sebesar-besarnya serta dilakukannya dengan luas standarisasi dan berjalan untuk produksi secara besar-besaran, hingga dengan demikian dapatlah terjamin suatu kenaikan produktifitas kerja yang setinggi-tingginya.

Dengan adanya kemajuan dan pembuatan perlengkapan-perlengkapan dan mesin-mesin baru dalam teknik perindustrian, akan bertambah pula perusahaan-perusahaan perindustrian, yang menyebabkan kenaikan jumlah serta kenaikan kecakapan teknik kaum pekerja. Sebaliknya dalam kapitalisme, peggunaan dan kemajuan mesin-mesin pada umumnya mengakibatkan pengangguran dan menurunnya kualifikasi sebagian
besar kaum pekerja.

Untuk menghubungkan semua cabang dan daerah perekonomian didalam negeri yang merupakan suatu kesatuan perekonomian, alat-alat perhubungan penting sekali kedudukannya dalam produksi dan distribusi barang-barang materil. Dalam perekonomian sosialis yang berdasarkan atas suatu perencanaan, alat-alat perhubungan mendapatkan arti yang besar sekali, karena jalannya perekonomian amat cepat dan hubungan antara cabang-cabang perekonomian sangat luas pula. Pemusatan segala alat-alat perhubungan (darat, sungai, laut dan udara) dalam tangan masyarakat meniadakan persaingan antara macam-macam bentuk-bentuk perusahaan-perusahaan perhubungan dan memungkinkan diadakannya koordinasi dalam segala pekerjaan. Sistem perhubungan dalam sosialisme yang merupakan suatu kesatuan didasarkan atas hasil-hasil terbaru dalam teknik transport, penggunaan seluas-luasnya alat-alat perhubungan yang berkualitas tinggi dan bentuknya terbaru, mekanisasi kerja menaikan dan membongkar barang, penyempurnaan perekonomian jarak jauh dan sebagainya.

Pertanian Sosialis

Dalam kapitalisme perekonomian kaum tani terpecah belah dalam perusahaan-perusahaan pertanian kecil, sedangkan sebagian besar tanah berada dalam kekuasaan kaum kapitalis yang menjadikannya perusahaan-perusahaan perkebunan besar. Dalam sosialisme perkebunan-perkebunan besar harus menjadi milik Negara yang hasilnya diperuntukan bagi kepentingan seluruh masyarakat. Adalah suatu kesalahan besar jika dalam sosialisme juga pertanian Rakyat yang terpecah belah itu dirampas pula oleh Negara. Bahkan Negara harus mengatur tanah milik Rakyat dan membatasinya dalam maksimum dan minimumnya. Dalam minimum hingga tidak ada Rakyat tani lagi yang hidup dalam kekurangan, tetapi dapat menempuh kehidupan yang layak bagi kemanusiaan; dalam maksimum hingga tidak orang lagi yang hidup dalam kemewahan yang berlimpah-limpah dari pada hasil tanah dengan sama sekali tidak mengeluarkan tenaga sedikitpun, sedangkan yang nyata-nyata membanting tulang dipaksa hidup dalam kesengsaraan.

Perusahaan kolektif pertanian Rakyat dan perusahaan pertanian Negara yang berbentuk perkebunan-perkebunan Negara adalah dasar perekonomian pertanian sosialis. Bentuk-bentuk ini memudahkan adanya pemusatan-pemusatan dan mekanisasi dalam seluruh perusahaan pertanian. Demikian pula hubungan antara pertanian dan perindustrian dapat diatur dengan sebaik-baiknya. Dalam perkebunan-perkebunan besar dapat dipergunakan alat-alat teknik baru sebagai umpama dalam perusahaan-perusahan gula, teh ,kopi, karet, tembakau, penanaman kapas dengan pemintalan dan pertenunannya dan sebagainya. Traktor-traktor dan mesin-mesin serta perkakas pertanian lainnya akan mempermudah dan mempecepat jalannya pekerjaan dalam pertanian.

Dengan adanya perombakan bidang pertanian secara sosialis, cara-cara tradisional dalam pertanian yang tidak sesuai lagi dengan jamannya dapat dilenyapkan dan diganti dengan sistem pertanian yang baru. Garis-garis pokok yang baru ini, ialah:

1. pemakaian seluas-luasnya alat-alat teknik yang terbaru serta hasil-hasil ilmu pengetahuan pertanian yang termaju;

2. penggunaan cara penanaman yang sebaik-baiknya dengan mengutamakan penanaman bahan-bahan makanan, sayur-mayur, dan tanaman perkebunan yang seluas-luasnya;

3. pemakaian pupuk buatan dan pupuk organik.

4. pembukaan tanah-tanah yang masih kosong, pengeringan rawa-rawa dan sebagainya.

Suatu pimpinan yang baik dari pada perusahaan sosialis akan meniadakan universalisme perekonomian petani kecil yang hanya beberapa bidang menghasilkan untuk keperluan sendiri; demikian pula tidak memungkinkan adanya pertumbuhan sepihak perusahaan-perusahaan kapitalis, yang pada umumnya menjalankan spesialisasi dalam suatu penanaman bahan tertentu(monokultur). Spesialisasi dalam perusahaan-perusahan pertanian sosialis menunjukan bahwa sesuai dengan syarat-syarat alam dan syarat keekonomian suatu daerah dengan teratur berencana didirikan dan diperkembangkan suatu cabang pokok perekonomian pertanian dan disampingnya cabang-cabang pelengkapnya. Dengan demikian spesialisasi tidak menutup perkembangan suatu perusahaan yang banyak cabang-cabangnya asalkan cabang-cabang pokok dan cabang-cabang pelengkapnya dikoordinasi dengan baik, bahkan memajukannya. Suatu keuntungan besar dalam perekonomian sosialis ialah bahwa perusahaan-perusahaan yang komplek dan bercabang-cabang mempunyai kemungkinan besar sekali untuk berkembang dengan baik dan mengatur tenaga kerja dengan produktif.

Penggabungan perusahaan-perusahaan pertanian dengan melengkapinya dengan alat-alat teknik yang baru memerlukan pendidikan tenaga-tenaga ahli yang menguasai teknik dan ilmu pengetahuan pertanian yang baru dan maju. Dengan demikian hasil tanah tiap hektarnya akan bertambah, produktifitas peternakan akan naik serta perkembangan seluruh produksi pertanian akan semakin luas.

Jalannya Kemajuan Teknik dalam Sosialisme

Garis-garis besar kemajuan teknik dalam sosialisme, ialah:

A. Mekanisasi dan Otomatisasi Produksi. Mekanisme berarti penggantian tenaga kerja manusia dengan tenaga mesin. Adalah suatu keharusan keekonomian dalam sosialisme untuk menjalankan mekanisasi dengan konsekuen dalam proses produksi. Kenaikan produksi yang cepat dan tepat hanya dapat dijamin dengan penyempurnaan teknik yang teratur dan mekanisasi proses kerja dalam segala lapangan perekonomian. Mekanisasi proses kerja adalah tenaga yang menentukan dan tanpa adanya mekanisasi tidak mungkin dapat dijamin tempo produksi yang tinggi yang seluasnya produksi dengan cepat. Dalam sosialisme mekanisasi penuh terus-menerus mendapat kemajuan yang luas. Mekanisasi penuh ialah mekanisasi semua tingkat proses produksi yang berhubungan satu dengan yang lain, tingkat pokok maupun tingkat cabang; dasarnya ialah suatu permesinan yang lengkap dan tertutup dan meliputi seluruh produksi. Dalam sistem mekanisasi penuh satu mesin melengkapi yang lain, hingga kekurangan-kekurangan dalam mekanisasi biasa yang dapat dikesampingkan.

Tingkat tertinggi mekanisasi adalah otomatisasi, artinya penggunaan mesin-mesin otomatis dengan pengemudian sendiri. Rapat sekali hubungannya dengan otomatisasi ialah telemekanik, ialah pengemudian dan pengawasan kerja dengan mesin-mesin dan alat-alat dari tempat yang jauh. Sistem mesin dalam keseluruhannya yang meliputi seluruh proses produksi dengan pengemudian sendiri disebut sistem mesin otomatik Pada semua sistem mesin otomatik semua produksi yang diperlukan untuk mengerjakan bahan mentah hingga menjadi barang jadi dilakukan tanpa bantuan kerja manusia; yang diperlukan cukup hanya pengawasan seorang tenaga kerja saja. Mekanisasi produksi dalam tingkatnya yang tinggi, dalam sosialisme adalah dasar untuk kenaikan cepat produktifitas kerja, dasar untuk mendekatkan kerja jasmaniah dengan kerja rohaniah.

B. Elektrifikasi Perekonomian Rakyat. Perombakan semua cabang perekonomian sampai kepada produksi besar dengan menggunakan mesin dan menjalankan mekanisasi dalam proses produksi yang konsekwen, rapat sekali hubungannya dengan elektrifikasi(penggunaan tenaga listrik). Tenaga listrik adalah dasar teknik produksi besar modern. Sosialisme memberi jaminan untuk penggunaan tenaga listrik secara teratur menurut rencana dalam semua cabang perekonomian Rakyat. Sifat khas dalam sosialisme untuk elektrifikasi , ialah:

1. pemusatan pembangkitan tenaga dan kosentrasi kapasitas pada pembangunan-pembangunan tenaga listrik yang besar, pembangunan cepat kawat-kawat aliran tinggi yang mempersatukan bangunan-bangunan tenaga yang berdiri sendiri-sendiri menjadi suatu sistem yang besar untuk satu daerah atau lebih, dengan tujuan untuk mencapai suatu kesatuan sistem perhubungan aliran bagi seluruh negeri atau daerah bagian negeri yang seluas-luasnya;

2. pembangunan bangunan-bangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan tenaga air, yang diperkembangkan atas dasar yang luas dan yang penaikan bagian-bagiannya diatur dengan pembangkitan tenaga seluruhnya, yang merupakan suatu faktor yang penting sekali untuk penaikan neraca tenaga listrik didalam negeri.

Elektrifikasi perindustrian merubah cara bekerja pabrik-pabrik dan bangunan-bangunan lainnya. Mesin-mesin penggerak dan alat transmisinya yang rumit hampir dalam semua bagian perusahaan diganti dengan satu mesin penggerak listrik. Elektrifikasi mesin-mesin kerja adalah dasar tenaga yang diperlukan dalam mekanisasi, mekanisasi penuh dan otomatisasi serta telemekanik dalam produksi. Penggunaan tenaga listrik menimbulkan cabang-cabang perindustrian baru sebagai elektrometallurgi baja besi dan baja bukan besi, elektrokimia dan cara-cara baru dalam pengolahan baja.

C. Penggunaan Seluas-luasnya Ilmu Kimia dalam Produksi. Kemajuan teknik modern juga tampak pada senantiasa adanya kemajuan dalam ilmu kimia dan penggunaan cara bekerja menurut ilmu kimia. Cara bekerja menurut ilmu kimia mempercepat proses produksi, menjamin terpakainya bahan-bahan mentah dengan sebaik-baiknya dan membuka kesempatan untuk menemukan bahan-bahan dan jenis materiil baru. Produksi modern yang menggunakan ilmu kimia pada umumnya diotomatisasikan dan berjalan kontinu, dalam aparatur lengkap dengan pengawasan dan pengemudian otomatis, tanpa ikutnya seseorangpun dengan langsung. Pemakaian hasil kimia adalah suatu syarat penting untuk kenaikan hasil tiap hektar dalam bidang pertanian. Produksi bahan makanan dengan hasil yang besar berhubungan rapat sekali dengan penggunaan hasil-hasil kimia dalam bidang pertanian.

Pembagian Daerah dalam Produksi Sosialis

Dalam sosialisme diadakan pembagian daerah produksi dan sistem perhubungan baru dari pada cabang-cabang produksi dan daerah-daerah produksi didalam negeri. Dalam masyarakat kapitalis akibat dari pada hasrat untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya dan adanya persaingan antara produsen-produsen kapitalis ialah adanya pembagian daerah produksi yang tidak merata dan tidak rasionil. Produksi dikonsentrasikan dibeberapa tempat pusat, sedangkan daerah yang luas, terutama daerah-daerah jajahan, terkutuk dalam keterbelakangan dalam bidang perindustrian.

Sosialisme membuat pembagian dearah produksi dengan teratur menurut rencana, dengan tujuan guna mempertinggi produktifitas kerja, memperkuat kekuasaan Negara dan menaikan kesejahteraan kehidupan seluruh Rakyat pekerja. Pembagian daerah produksi dalam sosialisme berdasar atas asas-asas sebagai berikut:

1. Sedapat mungkin mendekatkan produksi dengan sumber-sumber bahan-bahan mentah dan dengan daerah-daerah pemakai hasil-hasil perindustrian dan pertanian. Suatu pembagian daerah atas dasar ini memberi kemungkinan, digunakannya lebih baik sumber-sumber alam dan dihindarinya cara-cara pengangkutan yang tidak rasional; dengan itu dapat dihemat banyak tenaga kerja dan dapat dipercepat jalannya produksi.

2. Menghilangkan ketidaksamaan keekonomian diantara suku-suku bangsa, menaikan dengan cepat perekonomian daerah yang masih terbelakang; asas ini adalah dasar materil untuk memperkuat persatuan bangsa.

3. Pembagian kerja teritorial (menurut wilayah) dengan teratur menurut rencana antara daerah-daerah perekonomian pada perkembangan perekonomian yang komplek (yang meliputi banyak bidang) sesuatu wilayah dengan memperhatikan syarat-syarat alam dan keadaan-keadaan khusus untuk mencapai keadaan keekonomian, guna menghasilkan barang-barang perindustrian dan pertanian tertentu. Perkembangan daerah pertanian yang komplek, dengan memperhatikan keperluan-keperluannya akan bahan-bahan bakar, bahan-bahan bangunan, produksi secara besar-besaran perindustrian ringan dan bahan-bahan makanan, banyak sekali mengurangi pengangkutan jarak jauh yang tidak rasional dan membantu mobilisasi sumber-sumber bahan mentah yang terdapat dalam daerah itu.

4. Pembagian daerah perindustrian dengan teratur menurut rencana yang meliputi seluruh negeri, sehingga terdiri kota-kota dan pusat-pusat perindustrian yang baru di daerah-daerah pertanian yang dahulunya terbelakang; ini berarti mendekatkan perindustrian kepada pertanian, sehingga akan lenyaplah perbedaan-perbedaan hakiki antara kota dan desa.

5. Memperkuat kemampuan pembelaan negeri; pengepungan kaum kapitalis imperialis yang mengandung permusuhan mengharuskan memajukan dengan cepat sekali cabang-cabang perindustrian sebanyak mungkin.

Pada umamnya pembagian daerah produksi dalam sosialisme berdasarkan pembagian menurut wilayah (rayon). Yang disebut pembagian menurut wilayah adalah pembagian teratur berencana daerah-daerah negeri dalam wilayah-wilayah besar yang berdiri sendiri, dan sesuai dengan keadaan alam dan syarat-syarat keekonomian khusus dalam wilayah itu.

Sistem Ekonomi Islam

BANK KONVESIONAL DAN BANK SYARIAH

Pada dasarnya kegiatan usaha antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah sama saja, yaitu menerima simpanan uang nasabah dan meminjamkannya kepada nasabah lain yang membutuhkan dana, serta memperoleh keuntungan dari kegiatan tersebut.

Antara bunga dan bagi hasil, bila keadaannya normal maka perlakuannya hampir sama. Istilah bagi hasil dengan bunga tujuan akhirnya tetap sama, yaitu menentukan besaran keuntungan.

Kita contohkan pada kegiatan kredit usaha:

Misalnya ditentukan bunga Bank Konvensional untuk pinjaman Rp. 100 juta adalah 12 % pertahun (flat), maka angsuran perbulannya adalalah 112 juta dibagi 12 bulan, jadinya 11 juta perbulan.

Ketentuan bagi hasil pada Bank Syariah, dilakukan berdasarkan kesepakatan dan biasanya besaran bunga dengan besaran bagi hasil nilainya hampir sama. Bila tidak sama maka hal ini akan berpengaruh terhadap persaingan usaha untuk mendapatkan nasabah dan nasabah sudah pasti akan mencari Bank yg angsurannya paling murah.

Misalnya ketentuan bagi hasil disepakati sebesar Rp. 12 juta pertahun untuk pinjaman 100 juta, maka angsuran perbulannya juga sama yaitu Rp. 11 juta perbulan.

Perbedaan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah

Bank Konvensional

Sekilas tampaknya tidak ada perbedaan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah, padahal perbedaannya sangat prinsipil. Bank Konvensional menganut prinsip kapitalis sementara Bank Syariah menganut prinsip hamanis atau prinsip kemanusiaan.

Bank konvensional pada dasarnya tidak mau tahu dengan permasalahan nasabahnya, istilah rugi tidak ada dalam aturan mereka, yang ada hanya keuntungan saja. Permasalahan nasabah yg usahanya sedang merugi bukanlah alasan untuk mengurangi keuntungan mereka. Biasanya semakin besar masalah nasabah, semakin kecil toleransi mereka, hal ini bisa dilihat dari pemberlakuan denda (bunga) keterlambatan yang terus bertambah dari hari ke hari. Sadisnya lagi, bila menurut mereka usaha nasabah sudah sulit untuk kembali pada keadaan normal, biasanya langsung dilakukan penyitaan aset agunan.

Denda (bunga) keterlambatan ini merupakan bunga dari sebenar-benar bunga atau tepatnya disebut dengan RIBA, yaitu tambahan (ziyadah) tanpa imbalan, yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya, yg besarannya berkembang dan bertambah banyak dari hari ke hari.

Bank Syariah

Pada keadaan usaha nasabah berlangsung normal, maka bunga dan bagi hasil prinsipnya hampir sama, tetapi pada keadaan tidak normal perlakuannya sangat berbeda. Sistem syariah ini punya dasar yg sangat kuat yaitu Al Quran dan Sunnah Rasul, seperti Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29 yg menjadi dasar ketentuan untuk tabungan dan pembiayaan kepada nasabah:

“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.

Atas dasar Firman Allah tsb dan pada kenyataan yg menunjukkan bahwa banyak orang yang mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam
usaha memproduktifkannya; sementara itu, tidak sedikit pula orang yang tidak memiliki harta namun ia mempunyai kemampuan dalam memproduktifkannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama di antara kedua pihak tersebut, maka diaturlah ketentuan-ketentuan sistem ekonomi islam ini.

Berdasarkan Fatwa Dewab Syariah nasional, yg dapat membedakan sistem ekonomi syariah dengan sistem ekonomi konvensional, secara mendasar terletak pada penerapan sanksi keterlambatan angsuran.

“Bank konvensional menggunakan denda dalam bentuk bunga, sedangkan bank syariah berpatokan pada sejumlah uang yg sifatnya tetap (konstan)”.

Bunga adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/ hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.

Saya melihat bahwa bagi hasil tidak jauh berbeda dengan sistem persentase bunga pada bank konvensional, contohnya pada akad Murabahah untuk pembiayaan kendaraan bermotor. Pada pembiayaan murabahah untuk pembiayaan konsumen kendaraan bermotor, pihak bank/LKS menentukan margin terlebih dahulu. Besarnya harga jual barang ke konsumen adalah sebesar harga beli barang oleh bank/LKS ditambah dengan margin atau keuntungan bank/LKS.

Yang membedakan keduanya adalah peda sanksi/denda keterlambatan. Ketentuan denda keterlambatan pada bank syariah sudah ditentukan dari awal, yaitu berupa, misalnya sejumlah uang yg sifatnya tidak berubah-ubah (konstan). Denda keterlambatan pada bank syariah prinsipnya hanya sebagai sanksi dan denda tersebut akan digunakan untuk keperluan sosial. Sementara bank konvensional, prinsip denda digunakan untuk menambah keuntungan.

Kemudian, pada bank konvensional, dalam rangka pemberian kredit tidak mengenal istilah rugi, tetapi pada bank syariah ada istilah ruginya. Walaupun pada kenyataannya rugi itu tidak mungkin, karena setiap pembiayaan sudah dikaji prospek usahanya. Kalaupun rugi, artinya kesalahan bukan pada pihak bank, tetapi ada pada pihak nasabah.

Setiap kerugian akibat kesalahan atau kelalaian, maka pihak yg salah atau lalai tsb harus mengganti semua kerugian tersebut. Artinya walaupun bank syariah menyatakan bahwa kerugian usaha menjadi tanggung jawab mereka tetapi hal itu tidak akan terjadi. Resiko kerugiannya hanya sebatas tidak mendapatkan laba.

Poin-poin dibawah ini menunjukkan beberapa kelebihan bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional:

FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang MURABAHAH, Utang dalam Murabahah / pembiayaan syariah:

1. Sistem syariah ini, barang yg kita beli secara kredit bisa kita jual, dan kita tdk perlu melunasi kewajiban dengan segara. Kewajiban kita masih bisa diangsur juga…

2. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya.

3. Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN

1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja.

2. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.

3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar
hutangnya boleh dikenakan sanksi.

4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.

5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.

6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.

FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO. 48/DSN-MUI/II/2005 Tentang PENJADWALAN KEMBALI TAGIHAN MURABAHAH

LKS boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:

1. Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa;

2. Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil;

3. Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang GANTI RUGI (TA’WIDH)

1. Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.

2. Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas.

3. Kerugian riil sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah biaya-biaya riil yg dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yg seharusnya dibayarkan.

4. Besar ganti rugi (ta`widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah al-dha-i’ah).

5. Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang menimbulkan utang piutang (dain), seperti salam, istishna’ serta murabahah dan ijarah.

6. Dalam akad Mudharabah dan Musyarakah, ganti rugi hanya boleh dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak dibayarkan.

Ketentuan Khusus

1. Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di LKS dapat diakui sebagai hak (pendapatan) bagi pihak yang menerimanya.

2. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak.

3. Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad.

4. Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara.

Pengertian Sistem Ekonomi Campuran

Artikel ini ditulis pada 7 April 2010 at 17:50 oleh Choir

Sistem ekonomi campuran merupakan perpaduan antara sistem kapitalis dan sistem sosialis, yang mengambil garis tengah antara kebebasan dan pengendalian, yang berarti juga garis tengah antara peran mutlak negara/kolektif dan peran menonjol individu. Garis tengah disesuaikan dengan keadaan di mana perpaduan itu terjadi, sehingga peran situasi dan lingkungan sangat memberi warna pada sistem perpaduan/campuran tersebut.
Ciri-ciri sistem ekonomi campuran :

  • Kegiatan ekonomi dilakukan oleh pemerintah dan oleh swasata
  • Transaksi ekonomi terjadi di pasar, dan ada campuran tangan pemerintah
  • Ada persaingan serta masih ada control dari pemerintah

Kebaikan sistem ekonomi campuran

  • Kebebasan berusaha
  • Hak individu berdasarkan sumber produksi walaupun ada batas
  • Lebih mementingkan umum dari pada pribadi

Kelemahan sistem ekonomi campuran

  • Beban pemerintah berat dari pada beban swasta
  • Pihak swasta kurang memaksimalkan keuntungan

Sulit menentukan batas ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta “ Sistem ekonomi campuran banyak dianut oleh Negara berkembang”.

III.KESIMPULAN

Sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi); Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama – bukan kemakmuran orang-seorang).

Dari butir-butir di atas, keadilan menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia. Keadilan merupakan titik-tolak, proses dan tujuan sekaligus.

Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal utama bertumpunya sistem ekonomi Indonesia yang berdasar Pancasila, dengan kelengkapannya, yaitu Pasal-pasal 18, 23, 27 (ayat 2) dan 34.

Berdasarkan TAP MPRS XXIII/1966, ditetapkanlah butir-butir Demokrasi Ekonomi (kemudian menjadi ketentuan dalam GBHN 1973, 1978, 1983, 1988), yang meliputi penegasan berlakunya Pasal-Pasal 33, 34, 27 (ayat 2), 23 dan butir-butir yang berasal dari Pasal-Pasal UUDS tentang hak milik yuang berfungsi sosial dan kebebasan memilih jenis pekerjaan. Dalam GBHN 1993 butir-butir Demokrasi Ekonomi ditambah dengan unsur Pasal 18 UUD 1945. Dalam GBHN 1998 dan GBHN 1999, butir-butir Demokrasi Ekonomi tidak disebut lagi dan diperkirakan “dikembalikan” ke dalam Pasal-Pasal asli UUD 1945.

Landasan normatif-imperatif ini mengandung tuntunan etik dan moral luhur, yang menempatkan rakyat pada posisi mulianya, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, rakyat sebagai ummat yang dimuliakan Tuhan, yang hidup dalam persaudaraan satu sama lain, saling tolong-menolong dan bergotong-royong.