Pendahuluan
Kemiskinan memang merupakan masalah fenomenal di belahan dunia. Masalah kemiskinan sangatlah kompleks dan bersifat multidimensional , dimana berkaitan dengan aspek sosial , ekonomi , budaya dan aspek lainnya. Kemiskinan telah membuat jutaan anak tidak bisa mengenyam pendidikan , kesulitan membiayai kesehatan , kurangnya tabungan dan investasi , dan masalah lain yang menjurus ke arah tindak kekerasan dan kejahatan.
Kemiskinan yang terjadi dalam suatu negara memang perlu dilihat sebagai suatu masalah yang sangat serius karena saat ini kemiskinan , membuat banyak masayarakat Indonesia mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Persoalan kemiskinan ini lebih dipicu karena masih banyaknya masyarakat yang mengalami pengangguran dalam bekerja. Pengangguran yang dialami masyarakat inilah yang membuat sulitnya memenuhi kebutuhan hidupnya , sehingga angka kemiskinan selalu ada.
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
KONSEP DAN DEFINISI
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di Negara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingakt pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relative, kemiskinan relative dapat berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara. Kemiskinan absolute adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.
BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan.
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam 3 kategori , yaitu :
Kemiskinan absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup diatas garis kemiskinan namun masih berada dibawah kemampuan masyarakat disekitarnya.
Kemiskinan kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Di dalam suatu negara, pastilah terdapat tantangan besar di dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu tantangan tersebut adalah kemiskinan. Di Indonesia sendiri, terdapat begitu banyak masyarakat yang terjerat dalam kemiskinan. Hal ini tentu saja tidak di inginkan oleh masyarakat Indonesia. Semua akibat tentunya terdapat sebabnya. Seperti kemiskinan ini, tidak terjadi begitu saja. Namun, hal ini terjadi mungkin dikarenakan faktor-faktor dalam masyarakat itu sendiri.
Kemiskinan sendiri mempunyai arti suatu keadaan di mana seseorang itu kekurangan bahan-bahan keperluan hidup.
Dari pengertian tersebut, dapat kita analisis sebab atau faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut. Faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan antara lain :
a. Tingkat pendidikan masyarakat yang rata-rata rendah.
b. Cara berpikir yang masih tradisional dan konservatif.
c. Apatis dan anti hal-hal baru.
d. Mentalitas dan etos kerja yang kurang baik.
e. Keadaan alam yang kurang mendukung.
f. Keterisoliran secara geografis dari pusat.
g. Tiadanya potensi atau produk andalan.
h. Rendahnya kinerja dan budaya korup aparatur pemerintah daerah.
Dan di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:
a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar neger, diantaranya:
*Rusaknya syarat-syarat perdagangan
*Beban hutang
*Kurangnya bantuan luar negeri, dan
*Perang
d. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
Kemisikinan boleh berlaku atas kekurangan individu dan juga atas masalah sosio-ekonomi dalam sebuah masyarakat. Sehubungan dengan itu, sebab kemisikinan dapat dilihat dari dua dimensi yaitu :
1. Dimensi individu
Kekurangan individu yang tertentu dapat mencetuskan kemiskinan. Kelemahan individu ini biasanya kelemahan yang setara dan dapat menyebabkan seseorang itu miskin, walaupun dia berada dalam suatu masyarakat yang penuh dengan peluang rezeki. Kelemahan individu ini adalah seperti berikut:
a. Tabiat Berjudi
Tabiat berjudi adalah satu amalan yang menyebabkan seseorang itu miskin. Mereka yang kecanduan untuk berjudi, akan banyak kehilangan harta dalam aktivitas berjudinya dan mereka seringnya hilang tumpuan dalam pekerjaan kerana kalah dalam perjudian.
b. Sakit Badan
c. Masalah Personaliti
Pada umumnya, personaliti bermasalah yang menyebabkan kemisikinan ialah sikap malas. Sikap malas itu dicerminkan dalam tingkah laku seperti suka berkhayal, suka beromong kosong, dan juga “elak kerja”. Orang yang malas adalah kekurangan produktivitasnya dan mereka akan hilang banyak peluang untuk mencari rezeki.
2. Dimensi masyarakat
Dari dimensi ini, kemisikinan merupakan sesuatu yang terhasil dari masalah sosio-ekonomi. Wujudnya didalam suatu masyarakat dan bukan sesuatu yang diakibatkan oleh kelemahan individu itu sendiri. Sebab kemisikinan yang berhubung dengan masalah masyarakat adalah seperti berikut:
a. Konflik
Konflik seperti peperangan, kerusuhan dan sebagainya akan menyebabkan kegiatan ekonomi terbunuh dan ia juga membinasakan infrastruktur yang penting untuk menjaga kekayaan. Semua ini akan menyebabkan kemisikinan yang berlarut-larut.
b. Ketidakadilan Sosial
Menurut teori Marxisme, dalam masyarakat yang mengamalkan ekonomi pasaran bebas, kemisikinan adalah :
“Sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Dalam masyarakat ini, harta cenderung untuk bertumpu kepada golongan yang terkaya, manakala orang yang miskin cenderung menjadi lebih miskin. Ini adalah karena dalam pasar bebas, komoditi itu dijualkan kepada mereka yang mampu menawarkan harga yang lebih tinggi. Prinsip ini menyebabkan faktor pengeluargan seperti tanah, cenderung dimiliki oleh golongan terkaya, kerana mereka mempunyai kekuasaan pembelian yang lebih tinggi. Pemilikikan faktor pengeluaran ini akan menyebabkan orang terkaya ini menjadi lebih kaya, dan mereka akan membeli lebih banyak faktor pengeluaran di pasa bebas. Proses ini akan berterusan, sehingga golongan terkaya ini memonopoli segala faktor pengeluaran, dan menyebabkan orang lain dalam masyarakat miskin tidak memiliki faktor pengeluaran.”
Tetapi teori ekonomi marxisme sudah dibuktikan oleh salah seorang ahli ekonomi. Semua negara yang telah mencoba mengikuti teori Karl Marx gagal mengurangi kemiskinan. Kini hampir semua ahli ekonomi dan ahli sejarah ekonomi menggunakan teori ekonomi bebas untuk mengurangi kemiskinan.
Penyebab Kemiskinan
Pada umumnya di negara berkembang seperti Indonesia penyebab - penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut :
- Laju Pertumbuhan penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia makin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
- Angkatan Kerja , Penduduk yang bekerja dan pengangguran
Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda - beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut Indonesia adalah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga kerja yang selanjutnya dapat dimasukkan dalam kategori beban ketergantungan atau termasuk pengangguran terbuka.
- Distribusi Pendapatan dan pemerataan pembangunan
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya.
- Tingkat Pendidikan yang rendah
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan tenaga kerja.
- Kurangnya perhatian dari pemerintah
Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor penyebab kemiskinan
Ketimpangan / Kesenjangan Pendapatan
Ketimpangan atau kesenjangan pendapatan adalah menggambarkan distribusi pendapatan masyarakat di suatu daerah atau wilayah pada waktu tertentu. Kaitan kemiskinan dengan ketimpangan pendapatan ada beberapa pola yaitu :
- Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi ( tak ada miskin ) tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
- Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi ( tak ada miskin ) tetapi ketimpangan pendapatannya rendah. ( ini yang paling baik )
- Semua anggota masyarakat mempunyai income rendah ( semuanya miskin ) tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
- Semua anggota masyarakat mempunyai income yang rendah ( semuanya miskin ) tetapi ketimpangan pendapatannya rendah.
- Tingkat income masyarakat bervariasi ( sebagian miskin , sebagian tidak miskin ) tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
- Tingkat income masyarakat bervariasi ( sebagian miskin , sebagian tidak miskin ) tetapi ketimpangan pendapatannya rendah.
Kesimpulan
Kemiskinan memang masalah yang kompleks dan sulit untuk diselesaikan dalam waktu yang singkat , tetapi menurut saya jika kita ingin bebas dari masalah kemiskinan tentunya kita harus memperhatikan faktor penting penyebab terjadinya kemiskinan tersebut seperti salah satu contohnya faktor pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan Kemiskinan memang tidak mungkin dihilangkan, namun bukan tidak mungkin untuk mengurangi persentase kemiskinan. Negara yang ingin membangun perekonomiannya harus mampu meningkatkan standar hidup penduduk negaranya, yang diukur dengan kenaikan penghasilan riil per kapita. Indonesia sebagai negara berkembang memenuhi aspek standar kemiskinan
Referensi :
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam
perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam
sumbangannya terhadap PDB, penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan dalam
negeri. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat
masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka meskipun negara telah menjadi
negara industri. Sehubungan dengan itu, pengendalian lahan pertanian merupakan salah
satu kebijakan nasional yang strategis untuk tetap memelihara industri pertanian primer
dalam kapasitas penyediaan pangan, dalam kaitannya untuk mencegah kerugian sosial
ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multi fungsi lahan pertanian.
Pembahasan dan penanganan masalah alih fungsi lahan pertanian yang dapat
mengurangi jumlah lahan pertanian, terutama lahan sawah, telah berlangsung sejak
dasawarsa 90-an. Akan tetapi sampai saat ini pengendalian alih fungsi lahan pertanian
belum berhasil diwujudkan. Selama ini berbagai kebijaksanaan yang berkaitan dengan
masalah pengendalian konversi lahan sawah sudah banyak dibuat. Setidaknya ada 10
peraturan/perundangan yang berkenaan dengan masalah ini (Tabel 1).
No Peraturan/Perundangan Garis besar isi, khususnya yang terkait dengan alih guna lahan
pertanian
1. UU No.24/1992 Penyusunan RTRW Harus Mempertimbangkan Budidaya Pangan/SIT:
2. Kepres No.53/1989 Pembangunan kawasan industri, tidak boleh konversi SIT/Tanah Pertanian
Subur:
3. Kepres No.33/1990 Pelarangan Pemberian Izin Perubahan Fungsi Lahan Basah dan Pengairan
Beririgasi Bagi Pembangunan Kawasan Industri:
4. SE MNA/KBPN
410-1851/1994
Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk Penggunaan Non
Pertanian Melalui Penyusunan RTR
5. SE MNA/KBPN
410-2261/1994
Izin Lokasi Tidak Boleh Mengkonversi Sawah Irigasi Teknis (SIT)
6. SE/KBAPPENAS
5334/MK/9/1994
Pelarangan Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis Untuk Non Pertanian
7. SE MNA/KBPN
5335/MK/1994
Penyusunan RTRW Dati II Melarang Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis
untuk Non Pertanian
8. SE MNA/KBPN
5417/MK/10/1994
Efisiensi Pemanfaatan Lahan Bagi Pembangunan Perumahan
9. SE MENDAGRI
474/4263/SJ/1994
Mempertahankan Sawah Irigasi Teknis untuk mendukung Swasembada
Pangan.
10. SE MNA/KBPN 460-
1594/1996
a. Mencegah Konversi Tanah Sawah dan Irigasi Teknis Menjadi Tanah
Kering:
2
Namun demikian, implementasinya tidak efektif karena tidak didukung oleh
data dan sikap proaktif yang memadai. Tiga kendala mendasar yang menjadi alasan
peraturan pengendalian konversi lahan sulit dilaksanakan yaitu: (i) Kebijakan yang
kontradiktif; (ii) Cakupan kebijakan yang terbatas; (iii) Kendala konsistensi
perencanaan (Nasoetion, 2003).
Penyebab pertama, kebijakan yang kontradiktif terjadi karena di satu pihak
pemerintah berupaya melarang terjadinya alih fungsi, tetapi di sisi lain kebijakan
pertumbuhan industri/manufaktur dan sektor non pertanian lainnya justru mendorong
terjadinya alih fungsi lahan-lahan pertanian. Yang kedua, cakupan kebijakan yang
terbatas. Peraturan-peraturan tersebut di atas baru dikenakan terhadap perusahaanperusahaan/
badan hukum yang akan menggunakan tanah dan/atau akan merubah tanah
pertanian ke non pertanian. Perubahan penggunaan tanah sawah ke non pertanian yang
dilakukan secara individual/peorangan belum tersentuh oleh peraturan-peraturan
tersebut. Padahal perubahan fungsi lahan yang dilakukan secara individual secara
langsung diperkirakan cukup luas. Kendala konsistensi perencanaan disebabkan karena
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dilanjutkan dengan mekanisme
pemberian ijin lokasi adalah instrumen utama dalam pengendalian untuk mencegah
terjadinya konversi lahan sawah beririgasi teknis. Dalam kenyataannya banyak RTRW
yang justru merencanakan untuk mengkonversi tanah sawah beririgasi teknis menjadi
non pertanian. Dari data Direktorat Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional
menunjukkan seandainya arahan RTRW yang ada pada saat ini tidak ditinjau kembali,
maka dari total lahan sawah beririgasi (7,3 juta hektar), hanya sekitar 4,2 juta hektar
(57,6 %) yang dapat dipertahankan fungsinya. Sisanya, yakni sekitar 3,01 juta hektar
(42,4 %) terancam teralihfungsikan ke penggunaan lain (Winoto, 2005). Data terakhir
dari Direktorat Pengelolaan Lahan, Departemen Pertanian (2005) menunjukkan bahwa
sekitar 187.720 hektar sawah terkonversi ke penggunaan lain setiap tahunnya,
terutama di Jawa.
Kelemahan lain dalam peraturan perundangan yang ada yaitu : (i) Objek lahan
pertanian yang dilindungi dari proses konversi ditetapkan berdasarkan kondisi fisik
lahan, padahal kondisi fisik lahan relatif mudah direkayasa, sehingga konversi lahan
dapat berlangsung tanpa melanggar peraturan yang berlaku; (ii) Peraturan yang ada
cenderung bersifat himbauan dan tidak dilengkapi sanksi yang jelas, baik besarnya
sanksi maupun penentuan pihak yang dikenai sanksi; (iii) Jika terjadi konversi lahan
pertanian yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku sulit ditelusuri lembaga
yang paling bertanggung jawab untuk menindak karena ijin konversi adalah keputusan
kolektif berbagai instansi. (Simatupang dan Irawan, 2002).
Selain itu dua faktor strategis lain adalah pertama, yang sifatnya fundamental
adalah petani sebagai pemilik lahan dan pemain dalam kelembagaan lokal belum
banyak dilibatkan secara aktif dalam berbagai upaya pengendalian alih fungsi. Kedua,
belum terbangunnya komitmen, perbaikan sistem koordinasi, serta pengembangan
kompetensi lembaga-lembaga formal dalam menangani alih fungsi lahan pertanian.
Beberapa kelemahan dan keterbatasan tersebut di atas telah menyebabkan instrumen
kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang selama ini telah disusun tidak
dapat menyentuh secara langsung simpul-simpul kritis yang terjadi di lapangan.
Sektor Pertanian dan Struktur Perekonomian Indonesia
Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Kita sudah sering mendiskusikan topik ini jauh sebelum era reformasi tahun 1998. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi.
Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik.
Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.
Struktur perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.
Saat ini kita mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi sektor pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan hasil dari kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun lalu, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang ini.
KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan program pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Pati dan agar dapat mengetahui bagaimana keadaan pertanian dan seberapa besar pengaruh pendapatan petani terhadap pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Pati. Adapun program pengembangan sektor pertanian dalam jangka panjang diprediksikan dengan mengetahui kekuatan, kelemahan peluang dan ancaman yang termasuk dalam faktor internal dan faktor eksternal. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Sektor pertanian di Kabupaten Pati mempunyai kontribusi yang besar terhadap pembentukan PDRB. Ukuran sektor pertanian menjadikan sektor ini mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi kearah yang lebih baik.
2. Pengembangan sektor pertanian tidak lepas dari potensi-potensi yang dimiliki oleh daerah yaitu Kabupaten Pati diantaranya potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia. Potensi yang dimiliki sangat memadai untuk lebih dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara maksimal. Sedangkan program-program yang dicanangkan oleh dinas-dinas yang terkait yaitu Dinas Pertanian, Dinas Peternakan dan Perikanan dan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup sangat membantu adanya pengembangan sektor pertanian yang memang sedang digalakkan oleh Kabupaten Pati.
3. Analisis SWOT yang terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan, sedangkan factor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman. Strategi yang diambil sebagai kebijakan pemerintah daerah dari sub sektor pertanian tanaman pangan adalah pembuatan teknologi yang tepat guna dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan, menciptakan jaringan ekonomi ditingkat pedesaan,guna memanfaatkan luasnya sumber daya alam, menciptakan usaha kecil menengah (UKM) dengan berorientasi agribisnis, menciptakan teknologi yang bias memberantas hama dan penyakit tanaman dengan tidak merusak lingkungan, akan tetapi harga produk dapat terjangkau oleh masyarakat kecil, menetapkan strategi pengembangan yang lebih efektif dan efisien dan lebih memperhatikan kualitas dan mutu pertanian.