KONDISI
PERKOPERASIAN INDONESIA
Perekonomian
Tanda-tanda perekonomian mulai
mengalami penurunan adalah ditahun 1997
dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi
Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan
tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan
sangat memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Mungkin hal itulah yang terus diperhatikan
oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak pada penerimaan negara serta pertumbuhan
ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan
menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa mendatang. Bagi
Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya
pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat,
tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat wajar dan
semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri.
Namun semua itu bisa terwujud
apabila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar telah kondusif. Kebijakan
pemerintah saat ini di dalam pemberantasan terorisme, serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi
pemulihan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator
makro ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi
prioritas utama bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas
ekonomi sedang berlangsung dengan baik pada negaranya. [a klik
Inflasi
Kumulatif (%)2006 - 20087.376.59012345678 January FebruaryMarch April
MayJuneJulyAugustSeptemberOctoberNovemberDecember%200820062007
Inflasi
Bulanan, Tahun Kalender, Year on Year,
Tahun
2006–2008 Inflasi
|
2006
|
2007
|
2008
(2007=100)
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
1. Juni
|
0,45
|
0,23
|
2,46
|
2. Januari–Juni
(Tahun Kalender)
|
2,87
|
2,08
|
7,37
|
3. Juni
terhadap Juni
(year
on year)
(tahun n) (tahun n-1)
|
15,53
|
5,77
|
11,03
|
jika
kita berbicara tentang perekonomian Indonesia, yang akan terpikir di benak kita
adalah tentang kondisi dan keadaan ekonomi di Indonesia. Kondisi perekonomian
Indonesia dapat diukur dengan menggunakan beberapa indikator, misalnya
pendapatan nasional dan Produk Domestik Bruto (PDB). pendapatan nasional dan
PDB yang tinggi menandakan kondisi perekonomian suatu negara sedang bergairah.
pemerintah mempunyai berbagai
kebijakan untuk menjaga atau memperbaiki kualitas perekonomian Indonesia.
yang pertama adalah kebijakan
fiskal. kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang berkaitan dengan Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN).
kebijakan fiskal mempunyai berbagai
bentuk. salah satu bentuk kebijakan fiskal yang sedang marak adalah BLT. banyak
orang melihat BLT hanya bantuan kepada orang yang kurang mampu. sebenarnya di
balik itu ada tujuan khusus dari pemerintah. BLT diharapkan mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat. dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, daya beli
masyarakat juga meningkat. dengan demikian permintaan dari masyarakat juga
meningkat. meningkatnya permintaan dari masyarakat akan mendorong produksi yang
pada akhirnya akan memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia.
contoh lain dari kebijakan fiskal
adalah proyek-proyek yang diadakan oleh pemerintah. katakanlah pemerintah
mengadakan proyek membangun jalan raya. dalam proyek ini pemerintah membutuhkan
buruh dan pekerja lain untuk menyelesaikannya. dengan kata lain proyek ini
menyerap SDM sebagai tenaga kerja. hal ini membuat pendapatan orang yang
bekerja di situ bertambah. dengan bertambahnya pendapatan mereka akan terjadi
efek yang sama dengan BLT tadi.
kebijakan fiskal juga dapat berupa
kostumisasi APBN oleh pemerintah. misalnya dengan deficit financing. defcit
financing adalah anggaran dengan menetapkan pengeluaran > penerimaan.
deficit financing dapat dilakukan dengan berbagai cara. dahulu pemerintahan
Bung Karno pernah menerapkannya dengan cara memperbanyak utang dengan meminjam
dari Bank Indonesia. yang terjadi kemudian adalah inflasi besar-besaran (hyper
inflation) karena uang yang beredar di masyarakat sangat banyak. untuk menutup
anggaran yang defisit dipinjamlah uang dari rakyat. sayangnya, rakyat tidak
mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah. akhirnya, pemerintah
terpaksa meminjam uang dari luar negeri.
tidak hanya Indonesia, tetapi
Amerika Serikat juga pernah menerapkan deficit financing dengan mengadakan
suatu proyek. proyek tersebut adalah normalisasi sungan Mississipi dengan nama
Tenesse Valley Project. proyek ini dimaksudkan agar tidak terjadi banjir.
proyek ini adalah contoh proyek yang menerapkan prinsip padat karya. dengan
adanya proyek ini pengeluaran pemerintah memang bertambah, tetapi pendapatan
masyarakat juga naik. pada akhirnya hal ini akan mendorong kegiatan ekonomi
agar menjadi bergairah.
mari kita mengingat sedikit kejadian
pada akhir tahun 1997 saat terjadi krisis moneter di Indonesia. pada saat itu
nasabah berduyun-duyun mengambil uang di bank (fenomena bank rush) karena takut
bank tidak mempunyai dana yang cukup untuk mengembalikan tabungan mereka. untuk
mengatasi masalah ini bank-bank umum diberi pinjaman dari Bank Indonesia yang
disebut Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI).
pada saat itu memang seluruh
tabungan dijamin oleh pemerintah, maka dari itu pemerintah juga harus mengambil
tindakan saat terjadi fenomena tadi.
seharusnya saat suatu perusahaan
(termasuk bank umum) kekurangan modal pemilik harus menambah modalnya pada
perusahaan tersebut. ini berlaku pada umum dan pemerintah. jika pemerintah
kekurangan dana, pemerintah bisa menambah dana dengan menjual saham yang
dimiliki pemerintah. perlu diingat, ada beberapa perusahaan yang sahamnya
dimiliki pemerintah.
kebijakan yang kedua adalah
kebijakan moneter. kebijakan moneter adalah kebijakan dengan sasaran
mempengaruhi jumlah uang yang beredar. jumlah uang yang beredar dapat
dipengaruhi oleh Bank Indonesia. selain dengan langsung menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar, mengatur jumlah uang yang beredar juga
bisa menggunakan BI Rate. BI rate adalah instrumen dari pemerintah untuk acuan
seberapa besar bunga simpanan jangka pendek, misalnya Surat Berharga Indonesia.
biasanya bank-bank umum akan menaikkan atau menurunkan suku bunganya seiring
dengan naik atau turunnya BI Rate. maka dari itu, saat BI Rate diturunkan, suku
bunga kredit juga turun, sehingga biaya investasi ikut turun. dari sini,
diharapkan investasi meningkat.
(kapitalis banget…)
kebijakan moneter juga mengatur
tentang giro wajib minimum, yaitu jumlah simpanan bank umum di Bank Indonesia
yang merupakan sebagian dari titipan pihak ketiga. saat ini giro wajib minimum
sebesar 8 % dari titipan pihak ketiga.
kebijakan moneter juga berpengaruh
dalam perdagangan internasional dengan mengendalikan tarif ekspor impor. jika
tarif impor naik, dorongan untuk impor berkurang. jika tarif impor turun,
dorongan untuk ipmpor bertambah dan harga barang-barang impor menjadi lebih
murah.
sedikit tambahan, sekitar 95 % kapas
yang digunakan sebagai produksi di Indonesia adalah hasil impor. dalam kasus
ini industri katun sebagai hasil olahan kapas dalam negeri akan turun jika
tarif impor naik.
satu lagi kebijakan yang dimiliki
pemerintah Indonesia adalah kebijakan sektoral. kebijakan ini menitikberatkan
pada satu dari sembilan sektor perekonomian di Indonesia. misalnya, di sektor
pertanian pemerintah memberikan subsidi pupuk. subsidi ini diberikan agar harga
pupuk murah. dengan demikian pupuk akan terdorong untuk dipakai. contoh lainnya
adalah kebijakan di sektor industri. di sektor ini pemerintah membuat kebijakan
kawasan ekonomi khusus. kawasan ekonomi khusus adalah kawasan yang khusus
digunakan untuk pendirian industri. misalnya, kawasan industri Cilacap. kawasan
ini mempunyai hak khusus, misalnya di Batam impor bahan mentah tidak terkena
pajak, sehingga hal ini akan mendorong produksi di sana.
Inflasi
dan perekonomian
Inflasi
Data inflasi dari Inflasi CPI - Bank Sentral
Republik Indonesia
|
Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti penyakit endemis
dan berakar di sejarah. Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah. Inflasi di Indonesia tinggi sekali
di zaman Presiden Soekarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent
(“kalau perlu uang, cetak saja”). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi - akan tetapi tidak
bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of
development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di
zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia
mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary
expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin
kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5 persen
setahun.[1]
Data pertumbuhan ekonomi dari Inflasi CPI - Bank Sentral
Republik Indonesia
|
Perekonomian
Tanda-tanda perekonomian mulai
mengalami penurunan adalah ditahun 1997
dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi
Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan
tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan
sangat memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Mungkin hal itulah yang terus diperhatikan
oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak pada penerimaan negara serta pertumbuhan
ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan
menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa mendatang. Bagi
Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya
pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat,
tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat wajar dan
semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri.
Namun semua itu bisa terwujud
apabila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar telah kondusif. Kebijakan
pemerintah saat ini di dalam pemberantasan terorisme, serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi
pemulihan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator
makro ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi
prioritas utama bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas
ekonomi sedang berlangsung dengan baik pada negaranya. [a klik http://www.ainisastra.com/2011/05/makalah-tentang-inflasi-dan.html]
Kondisi Perekonomian Indonesia
Tim Ekonomi Kadin Indonesia
1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar
menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan upaya-upaya konkrit untuk
mengatasi keadaan ini. Perkembangan harga minyak dunia cenderung terus melonjak
bahkan sempat melampaui US$ 145 per barrel, sementara harga komoditi pangan
juga terus meningkat. Hal ini menyebabkan ancaman stagflasi – yaitu situasi
dimana pertumbuhan ekonomi sangat lamban, tetapi diikuti oleh tingkat inflasi
yang sangat tinggi – bisa menjadi kenyataan. Perekonomian dunia diprediksi
hanya akan tumbuh sekitar 1,8 persen pada tahun 2008, yang merupakan suatu
penurunan yang cukup drastis dibandingkan dengan angka pertumbuhan sebesar 3,8
persen pada tahun 2007. Sementara itu akibat krisis keuangan dan krisis
perumahan di Amerika Serikat, berbagai faktor lain juga bermunculan mengiringi
ketidakseimbangan global. Terus anjloknya kurs dollar Amerika Serikat dan
memburuknya krisis kredit di negara-negara industri semakin memperburuk keadaan
dan menyebabkan perekonomian dunia berada dalam ketidakpastian yang
mengkhawatirkan. Meskipun beberapa negara di Eropa dan Jepang, serta sejumlah
negara berkembang bisa tetap menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia, namun
dampak penurunan perekonomian Amerika Serikat tetap cukup besar dalam
mempengaruhi perekonomian global akibat contagion effect pada banyak
negara di dunia.
2. Dalam hal perekonomian nasional, meskipun dampak sosial
kenaikan harga BBM pada 24 Mei 2008 tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi
negara secara keseluruhan, namun dampaknya terhadap perekonomian sangatlah
besar. Tingkat inflasi diperkirakan akan mencapai double digit, yaitu
sekitar12,5 persen, di saat daya beli masyarakat masih dalam kondisi sangat
tertekan akibat melonjaknya harga komoditi pangan akhir-akhir ini. Tingkat
pertumbuhan ekonomi dipastikan tidak akan mencapai target APBN sebesar 6,4
persen, tetapi paling tinggi akan berada di sekitar 6 persen untuk tahun 2008.
Sedangkan APBN tetap belum bisa dikatakan aman, karena selain masih mengandung
beban defisit sebesar Rp 82,3 triliun untuk tahun 2008, juga tetap
dibayang-bayangi oleh kenaikan harga minyak
dunia yang masih terus bergejolak hingga saat ini. Adanya
kekhawatirkan bahwa harga minyak mentah dunia bisa menembus angka US$ 200 per
barrel di akhir tahun 2008 bukanlah suatu hal yang berlebihan, melihat kondisi
kondisi pasar uang dan pasar komoditi dunia yang semakin tidak terkendali
akhir-akhir ini.
3. Meskipun pada triwulan I 2008 pertumbuhan ekonomi tercatat
sebesar 6,3% secara year on year, namun secara triwulanan hanya tumbuh
sekitar 2,1 persen terhadap triwulan IV 2007. Pertumbuhan ekonomi tersebut
hanya bertumpu pada kegiatan ekspor, karena dari empat komponen pengguna Produk
Domestik Bruto (PDB) hanya ekspor yang tercatat positif, yaitu sekitar 5,7
persen. Sedangkan investasi fisik (Pembentukan Modal Tetap Bruto) mengalami
kontraksi sekitar 0,6 persen, dan pengeluaran konsumsi masyarakat turun sekitar
0,4 persen akibat turunnya daya beli di awal tahun 2008 ini.
Sementara itu secara sektoral, pendukung utama pertumbuhan adalah
sektor pertanian, yang tumbuh sebesar 18 persen pada triwulan I 2008 (terhadap
triwulan IV 2007). Sedangkan sektor industri pengolahan mengalami kontraksi
pertumbuhan sebesar -0,1 persen, meskipun secara year on year (triwulan
I 2008 terhadap triwulan I 2007) menunjukkan pertumbuhan sekitar 1,2 persen.
Tingginya pertumbuhan pada sektor pertanian dimungkinkan tidak saja karena
faktok musiman (terjadinya panen raya pada bulan Maret), tetapi juga didukung
oleh kenaikan harga komoditas pertanian dan perkebunan yang melonjak secara
sangat berarti.
4. Tekanan eksternal, kenaikan harga BBM, dan gangguan pasokan
barang-barang kebutuhan pokok telah mengakibatkan kenaikan inflasi telah
mencapai angka dua digit pada akhir bulan Juni lalu. Pada Juni 2008 angka
inflasi mencapai 2,46 persen, sehingga secara kumulatif pada Januari-Juni 2008
telah mencapai 7,37 persen, dan inflasi year on year
2011 Perekonomian Indonesia Naik 6,5 Persen
Rabu, 15 Desember 2010
15:23:19 WIB
vivanews.com
Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A. Sarwono memperkirakan pertumbuhan
ekonomi Indonesia 2011 akan tumbuh pada kisaran 6,3-6,5 persen, dengan tingkat
inflasi berada pada posisi 5 persen, plus minus 1 persen.Menurut Hartadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih besar dibanding 2010, tercermin dari pertumbuhan pada kuartal IV yang mencapai 6,1 persen dan pada kuartal III sebesar 5,8 persen. Ia menjelaskan, salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan pada kuartal III dan IV 2010 karena masih lambatnya penyerapan belanja pemerintah.
Hartadi menambahkan, untuk mencapai pertumbuhan pada 2011 pemerintah harus mampu memperlambat derasnya arus modal baik yang masuk ke dalam maupun ke luar negeri.
"Pada sisi arus masuk modal (capital inflow) ke dalam negeri harus dijaga, jangan sampai terlalu besar masuk ke instrumen SBI (Sertifikat Bank Indonesia), karena SBI merupakan instrumen moneter bukan instrumen investasi," ujarnya.
Menurut Hartadi kalaupun ada likuiditas yang berlebih sebaiknya harus didukung dengan kebijakan pemerintah yang dapat mendorong penyerapan oleh sektor riil. Arus modal yang masuk mencapai 16 miliar dolar AS, di mana sekitar 10 persen di antaranya sudah masuk ke SBI.
Ia mengakui, SBI merupakan salah satu target investor karena masih memberikan margin yang cukup aktraktif, ditandai dengan banyaknya short term capital yang masuk ke instrumen tersebut.
Pada posisi seperti itu, terdapat tiga kondisi yang dihadapi yaitu, BI tidak bisa terlalu cepat menurunkan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate), karena akan berdampak pada inflasi. BI berupaya memperpanjang jatuh tempo SBI dan mengalihkan instrumen SBI ke deposito berjangka (time deposit).
Pertumbuhan ekonomi akan didukung kondisi ekonomi makro yang stabil pada 2010 akan mendorong prospek ekonomi yang cerah dan akan direspon positif oleh investor.
Ia menambahkan konsumsi rumah tangga akan memberi kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2011 sekitar 58,6 persen. Kinerja ekspor dan impor juga meningkat seiring dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global dan menguatnya permintaan dalam negeri. (ant/git)
di http://m.esq-news.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar